Jumat, 21 Desember 2012
Poligami Menurut Hukum Islam
Surah An-Nisa'
Surah An-Nisa' (bahasa Arab:النسآء, an-Nisā,
"Wanita") terdiri atas 176 ayat dan tergolong surah Madaniyyah.
Dinamakan An- Nisa (wanita) karena dalam surat ini banyak dibicarakan hal-hal
yang berhubungan dengan wanita serta merupakan surah yang paling membicarakan
hal itu dibanding dengan surah-surah yang lain. Surah yang lain banyak juga
yang membicarakan tentang hal wanita ialah surah At-Talaq Dalam hubungan ini
biasa disebut surah An-Nisa dengan sebutan: Surah An-Nisa Al Kubra (surah
An-Nisa yang besar), sedang surah At-Talaq disebut dengan sebutan: Surah
An-Nisa As-Sughra (surah An-Nisa yang kecil).
Pokok-pokok isi surah An-Nisa’
- Keimanan: Syirik (dosa yang paling besar); akibat kekafiran di hari kemudian.
- Hukum-hukum:Kewajiban para washi dan para wali; hukum poligami; mas kawin; memakan harta anak yatim dan orang-orang yang tak dapat mengurus hartanya; pokok-pokok hukum warisan; perbuatan-perbuatan keji dan hukumannya, wanita-wanita yang haram dikawini; hukum-hukum mengawini budak wanita; larangan memakan harta secara bathil; hukum syiqaq dan nusyuq; kesucian lahir batin dalam salat; hukum suaka; hukum membunuh seorang Islam; salat khauf; larangan melontarkan ucapan-ucapan buruk; masalah pusaka kalalah.
- Kisah-kisah:Kisah-kisah tentang Nabi Musa a.s. dan pengikut-pengikutnya.
- Dan lain-lain:Asal manusia adalah satu; keharusan menjauhi adat-adat zaman jahiliyah dalam perlakuan terhadap wanita; norma-norma bergaul dengan isteri; hak seseorang sesuai dengan kewajibannya; perlakuan ahli kitab terhadap kitab-kitab yang diturunkan kepadanya; dasar-dasar pemerintahan; cara mengadili perkara; keharusan siap-siaga terhadap musuh; sikap-sikap orang munafik dalam menghadapi peperangan; berperang di jalan Allah adalah kewajiban tiap-tiap mukallaf; norma dan adab dalam peperangan; cara menghadapi orang-orang munafik; derajat orang-orang yang berjihad.
- Ketaatan pada Allah dan Rosulnya: Taat pada Allah dan Rosul berpahala Surga dan menentang Allah dan Rosul mendapat Neraka
Poligami menurut Islam
Islam pada dasarnya 'memperbolehkan' seorang pria beristri
lebih dari satu (poligami). Islam 'memperbolehkan' seorang pria beristri hingga
empat orang istri dengan syarat sang suami harus dapat berbuat 'adil' terhadap
seluruh istrinya.
Dasar poligami “diperbolehkan” ada dalam Surah An-Nisa’ ayat
3.
“Dan jika kamu khawatir tidak dapat berbuat adil terhadap
anak-anak atau perempuan yatim (jika kamu mengawininya), maka kawinlah dengan
perempuan lain yang menyenangkan hatimu; dua, tiga, atau empat. Jika kamu
khawatir tidak dapat berbuat adil (terhadap istri yang terbilang), maka
kawinilah seorang saja, atau ambillah budak perempuan kamu. Demikian ini agar
kamu lebih dekat untuk tidak berbuat aniaya” (An-Nisa` 3).
Syarat-syarat poligami
- Membatasi jumlah isteri yang akan dikawininya.
- Diharamkan bagi suami mengumpulkan wanita-wanita yang masih ada tali persaudaraan menjadi isterinya.
- Disyaratkan pula berlaku adil,
- Berlaku adil terhadap dirinya sendiri.
- Adil di antara para isteri.
Ø Adil memberikan nafkah.
Ø Adil dalam menyediakan tempat
tinggal.
Ø Anak-anak juga mempunyai hak untuk
mendapatkan perlindungan, pemeliharaan serta kasih sayang yang adil dari
seorang ayah.
- Tidak menimbulkan huru-hara di kalangan isteri maupun anak-anak.
- Berkuasa/mampu menanggung nafkah.
Pendapat Ustad Quraish Shihab
Ayat 3 An-Nisa bukan anjuran apalagi perintah poligami.
Mengutip penjelasan Ustad Quraish
Shihab :
”Ayat
ini tidak menganjurkan apalagi mewajibkan berpoligami, tetapi ia hanya
berbicara ttg bolehnya berpoligami. Poligami dalam ayat itu merupakan pintu
kecil yang hanya dapat dilalui oleh siapa yang sangat membutuhkan dan dengan
syarat yang tidak ringan”
Kalau benar demikian, maka perlu mereka sadari Rasul SAW
baru berpoligami setelah pernikahan pertamanya berlalu sekian lama setelah
meninggalnya Khadijah RA. Kita ketahui Rasul SAW menikah dalam usia 25 tahun,
15 tahun setelah pernikahan beliau dengan Sayyidah Khadijah RA, beliau diangkat
menjadi Nabi. Istri beliau ini wafat pada tahun ke-10 kenabian Beliau. Ini
berarti beliau bermonogami selama 25 tahun. Lalu setelah tiga atau empat tahun
sesudah wafatnya Khadijah RA, baru beliau menggauli Aisyah RA yakni pada tahun
kedua atau ketiga Hijriyah, sedang beliau wafat dalam tahun ke-11 Hijriyah
dalam usia 63 tahun.
Ini berarti beliau berpoligami hanya dalam waktu delapan
tahun, jauh lebih pendek daripada hidup bermonogami beliau, baik dihitung
berdasar masa kenabian lebih-lebih jika dihitung seluruh masa pernikahan
beliau. Jika demikian, maka mengapa bukan masa yang lebih banyak itu yang
diteladani? Mengapa mereka yang bermaksud meneladani Rasul SAW itu tidak
meneladaninya dalam memilih calon-calon istri yang telah mencapai usia senja?
Semua istri Nabi SAW selain Aisyah adalah janda-janda yang berusia di atas 45
tahun? Di samping itu, mengapa mereka tidak meneladani beliau dalam
kesetiaannya yang demikian besar terhadap istri petamanya, sampai-sampai beliau
menyatakan kecintaan dan kesetiaannya walau di hadapan istri-istri beliau yang
lain?
HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTERI DALAM PRESPEKTIF HUKUM ISLAM
HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTERI DALAM
PRESPEKTIF HUKUM ISLAM
Disusun
oleh:
ANIN
NAIM WARDANIYAH
NPM 10187205002507
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN PANCASILA
SEKOLAH
TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
(STKIP)
TULUNGAGUNG
2012
Adapun hak dan kewajiban adalah bagaikan dua sisi mata uang
yang keberadaannya tidak bisa dipisahkan, ketika ada hak, maka disana ada
kewajiban, begitu pula sebaliknya. Dalam pengertiannya dalam pernikahan, hak
dan kewajiban suami istri adalah sesuatu yang keberadaannya harus terpenuhi
secara seimbang dan selaras, karena untuk mencapai keluarga yang sakinah, mawaddah, warahmah adalah
ketika hak dan kewajiban suami isteri tersebut dapat terpenuhi.
Kebanyakan
dalam kejadian selama ini, ketidak terpenuhinya hak dan kewajiban antara suami
dan isteri, dan lebih cenderung kepada isteri, mungkin dikarenakan kurangnya
pemahaman dalam ayat maupun hadist tentang hak dan kewajiban suami isteri.
Seperti misalnya dalam memahami surat an-nisa ayat 34 yang berbunyi:
الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ
اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ
فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللَّهُ
وَاللَّاتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي
الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ
سَبِيلًا إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيرًا
Artinya:”Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum
wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas
sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan
sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat
kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah
telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka
nasihatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah
mereka. Kemudian jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan
untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar. (QS.
An Nisa: 34)
Selain itu juga,kesalahan dalam pemahaman hadist nabi yang
artinya:Nabi Muhammad SAW pernah bersabda: “Jika aku boleh memerintahkan
seseorang untuk menyembah yang lain, aku akan memerintahkan istri untuk
menyembah suaminya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Semuanya
ditafsirkan hanya tekstual saja, Padahal dalam ayat yang terkandung dalam ayat
dan hadist tersebut memaknai adanya hak-hak isteri, seperti :
والرجل راع اهله وهو مسؤل عن رعيته
Artinya: “Laki-laki menjadi pemimpin bagi keluarganya dan
dia bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya” (HR bukhari muslim)
والمرأة راعية فى بيت زوجهاومسؤلة عن
رعيتها
Artinya: perempuan adalah pemimpin di dalam rumah tangga
suaminya dan dia bertanggung jawab terhadap apa yang dipimpinnya” HR bukhori.
Dan diakui dalam memahami makna tersdebut kurang pas dan
hanya dilakukan secara tekstual, padahal
Hak dan Kewajiban Suami Isteri
Hak dan kewajiban suami isteri terbagi menjadi 3
yaitu:
1. Hak bersama suami isteri, yang
meliputi:
Ø Halal saling bergaul dan mengadakan
hubungan kenikmatan seksual
Ø Haram melakukan perkawinan yang
masih ada hubungan darah yang sangat dekat
Ø Hak saling mendapat waris akibat
dari perkawinan nya yang sah
Ø Sahnya menasabkan anak kepada suami
yang jadi teman setempat tidur.
Ø Berlaku dengan baik
2. Hak isteri terhadap suaminya
Ø Hak atas kebendaan yang meliputi
mahar (maskawin), barang bawaan, belanja (nafkah).
Ø Hak yang bukan kebendaan meliputi
hak untuk diperlakukan dengan baik, menjaganya dengan baik, suami mendatangi
istrinya, berseggama di tempat yang tertutup, membaca doa ketika bersenggama,
diharamkan membicarakan masalah persenggamaan, ‘azl dan pembatasan kelahiran.
3. Hak suami
Ø Tidak memasukkan laki-laki lain
kerumah nya
Ø Bakti isteri terhadap suaminya
Ø Menempatkan isteri di rumah
suami
Ø Menghukum isteri karena menyeleweng
Ø Isteri berhias untuk suaminya.
Namun kesemuanya itu adalah menurut ulama fiqh yang masih
bersifat global, sedangkan di Indonesia sendiri sudah ada UU yang mengatur
tentang perkawinan tersebut, dan didalamnya mengatur hak dan kewajiban suami
isteri. Adapun hak dan kewajiban suami isteri yang telah termuat dalam KHI
adalah dimulai dari pasal 77-84 KHI. Adapun yang paling saya soroti dalam
pasal-pasal tersebut adalah:
Ø Pasal 77 ayat 1 (suami isteri
memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah tangga yang sakinah
mawaddah warahmah yang menjadi sendi dasar dalam susunan masyarakat.
Ø Suami isteri wajib saling cinta
mencintai, hormat menghormati, dan memberi bantuan lahir dan batin yang satu
kepada yang lainnya
Ø Suami isteri memikul kewajiban untuk
mengasuh anak dan memelihara anak-anak mereka, baik mengenai pertumbuhan
jasmani, rohani, maupun kecerdasan dan pendidikan agamanya.
Ø Suami isteri wajib memelihara
kehormatannya
Ø Jika suami isteri melalaikan
kewajibannya, masing-masing dapat mengajukan gugatan kepada pengadilan
Dan disebutkan juga dalam pasal 79 tentang hak dan kedudukan
isteri adalah seimbang dengan hak dan kewajiban suami dalam kehidupan rumah
tangga dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat.
Menurut hukum islam, suami dan isteri dalam membina rumah
tangga harus berlaku dengan cara yang baik (ma’ruf) sebagaimana firman allah
yang artinya:” dan bergaullah dengan mereka (para isteri) dengan cara yang
baik). Selanjutnya dikatakan pula dalam al-Qur’an bahwa (pria adalah pemimpin
bagi wanita) dan wanita (isteri) itu mempunyai hak yang seimbang dengan
kewajibannya menurut cara yang ma’ruf, tetapi suami mempunyai satu tingkatan
kelebihan dari istrinya Qs II ayat 228 yang berbunyi:
وَالْمُطَلَّقَاتُ يَتَرَبَّصْنَ بِأَنْفُسِهِنَّ ثَلَاثَةَ
قُرُوءٍ وَلَا يَحِلُّ لَهُنَّ أَنْ يَكْتُمْنَ مَا خَلَقَ اللَّهُ فِي
أَرْحَامِهِنَّ إِنْ كُنَّ يُؤْمِنَّ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآَخِرِ
وَبُعُولَتُهُنَّ أَحَقُّ بِرَدِّهِنَّ فِي ذَلِكَ إِنْ أَرَادُوا إِصْلَاحًا
وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ
دَرَجَةٌ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
Langganan:
Postingan (Atom)