Surah An-Nisa'
Surah An-Nisa' (bahasa Arab:النسآء, an-Nisā,
"Wanita") terdiri atas 176 ayat dan tergolong surah Madaniyyah.
Dinamakan An- Nisa (wanita) karena dalam surat ini banyak dibicarakan hal-hal
yang berhubungan dengan wanita serta merupakan surah yang paling membicarakan
hal itu dibanding dengan surah-surah yang lain. Surah yang lain banyak juga
yang membicarakan tentang hal wanita ialah surah At-Talaq Dalam hubungan ini
biasa disebut surah An-Nisa dengan sebutan: Surah An-Nisa Al Kubra (surah
An-Nisa yang besar), sedang surah At-Talaq disebut dengan sebutan: Surah
An-Nisa As-Sughra (surah An-Nisa yang kecil).
Pokok-pokok isi surah An-Nisa’
- Keimanan: Syirik (dosa yang paling besar); akibat kekafiran di hari kemudian.
- Hukum-hukum:Kewajiban para washi dan para wali; hukum poligami; mas kawin; memakan harta anak yatim dan orang-orang yang tak dapat mengurus hartanya; pokok-pokok hukum warisan; perbuatan-perbuatan keji dan hukumannya, wanita-wanita yang haram dikawini; hukum-hukum mengawini budak wanita; larangan memakan harta secara bathil; hukum syiqaq dan nusyuq; kesucian lahir batin dalam salat; hukum suaka; hukum membunuh seorang Islam; salat khauf; larangan melontarkan ucapan-ucapan buruk; masalah pusaka kalalah.
- Kisah-kisah:Kisah-kisah tentang Nabi Musa a.s. dan pengikut-pengikutnya.
- Dan lain-lain:Asal manusia adalah satu; keharusan menjauhi adat-adat zaman jahiliyah dalam perlakuan terhadap wanita; norma-norma bergaul dengan isteri; hak seseorang sesuai dengan kewajibannya; perlakuan ahli kitab terhadap kitab-kitab yang diturunkan kepadanya; dasar-dasar pemerintahan; cara mengadili perkara; keharusan siap-siaga terhadap musuh; sikap-sikap orang munafik dalam menghadapi peperangan; berperang di jalan Allah adalah kewajiban tiap-tiap mukallaf; norma dan adab dalam peperangan; cara menghadapi orang-orang munafik; derajat orang-orang yang berjihad.
- Ketaatan pada Allah dan Rosulnya: Taat pada Allah dan Rosul berpahala Surga dan menentang Allah dan Rosul mendapat Neraka
Poligami menurut Islam
Islam pada dasarnya 'memperbolehkan' seorang pria beristri
lebih dari satu (poligami). Islam 'memperbolehkan' seorang pria beristri hingga
empat orang istri dengan syarat sang suami harus dapat berbuat 'adil' terhadap
seluruh istrinya.
Dasar poligami “diperbolehkan” ada dalam Surah An-Nisa’ ayat
3.
“Dan jika kamu khawatir tidak dapat berbuat adil terhadap
anak-anak atau perempuan yatim (jika kamu mengawininya), maka kawinlah dengan
perempuan lain yang menyenangkan hatimu; dua, tiga, atau empat. Jika kamu
khawatir tidak dapat berbuat adil (terhadap istri yang terbilang), maka
kawinilah seorang saja, atau ambillah budak perempuan kamu. Demikian ini agar
kamu lebih dekat untuk tidak berbuat aniaya” (An-Nisa` 3).
Syarat-syarat poligami
- Membatasi jumlah isteri yang akan dikawininya.
- Diharamkan bagi suami mengumpulkan wanita-wanita yang masih ada tali persaudaraan menjadi isterinya.
- Disyaratkan pula berlaku adil,
- Berlaku adil terhadap dirinya sendiri.
- Adil di antara para isteri.
Ø Adil memberikan nafkah.
Ø Adil dalam menyediakan tempat
tinggal.
Ø Anak-anak juga mempunyai hak untuk
mendapatkan perlindungan, pemeliharaan serta kasih sayang yang adil dari
seorang ayah.
- Tidak menimbulkan huru-hara di kalangan isteri maupun anak-anak.
- Berkuasa/mampu menanggung nafkah.
Pendapat Ustad Quraish Shihab
Ayat 3 An-Nisa bukan anjuran apalagi perintah poligami.
Mengutip penjelasan Ustad Quraish
Shihab :
”Ayat
ini tidak menganjurkan apalagi mewajibkan berpoligami, tetapi ia hanya
berbicara ttg bolehnya berpoligami. Poligami dalam ayat itu merupakan pintu
kecil yang hanya dapat dilalui oleh siapa yang sangat membutuhkan dan dengan
syarat yang tidak ringan”
Kalau benar demikian, maka perlu mereka sadari Rasul SAW
baru berpoligami setelah pernikahan pertamanya berlalu sekian lama setelah
meninggalnya Khadijah RA. Kita ketahui Rasul SAW menikah dalam usia 25 tahun,
15 tahun setelah pernikahan beliau dengan Sayyidah Khadijah RA, beliau diangkat
menjadi Nabi. Istri beliau ini wafat pada tahun ke-10 kenabian Beliau. Ini
berarti beliau bermonogami selama 25 tahun. Lalu setelah tiga atau empat tahun
sesudah wafatnya Khadijah RA, baru beliau menggauli Aisyah RA yakni pada tahun
kedua atau ketiga Hijriyah, sedang beliau wafat dalam tahun ke-11 Hijriyah
dalam usia 63 tahun.
Ini berarti beliau berpoligami hanya dalam waktu delapan
tahun, jauh lebih pendek daripada hidup bermonogami beliau, baik dihitung
berdasar masa kenabian lebih-lebih jika dihitung seluruh masa pernikahan
beliau. Jika demikian, maka mengapa bukan masa yang lebih banyak itu yang
diteladani? Mengapa mereka yang bermaksud meneladani Rasul SAW itu tidak
meneladaninya dalam memilih calon-calon istri yang telah mencapai usia senja?
Semua istri Nabi SAW selain Aisyah adalah janda-janda yang berusia di atas 45
tahun? Di samping itu, mengapa mereka tidak meneladani beliau dalam
kesetiaannya yang demikian besar terhadap istri petamanya, sampai-sampai beliau
menyatakan kecintaan dan kesetiaannya walau di hadapan istri-istri beliau yang
lain?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar