المتكبر
|
الجبار
|
العزيز
|
المهيمن
|
المؤمن
|
السلام
|
القدس
|
الملك
|
الرحم
|
الرحمن
|
القبض
|
العليم
|
الفتاح
|
الرزّاق
|
الوهاب
|
القهر
|
الغفار
|
المصور
|
البارئ
|
الخالق
|
اللطيف
|
العدل
|
الحكم
|
البصير
|
السميع
|
المدل
|
المعز
|
الرافع
|
الخافض
|
الباسط
|
الحسيب
|
المقيت
|
الخفيظ
|
الكبير
|
العلى
|
السكور
|
الغفور
|
العظيم
|
الحليم
|
الخبير
|
الشهيد
|
الباعث
|
المجيد
|
الودود
|
الحكيم
|
الواسع
|
المجيب
|
الرقيب
|
الكريم
|
الجليل
|
المحي
|
المعيد
|
المبدئ
|
المحصى
|
الحميد
|
الولى
|
المتين
|
القوى
|
الوكيل
|
الحق
|
المقتدر
|
القادر
|
الصمد
|
الاحد
|
الواحد
|
الماجد
|
الواجد
|
القيوم
|
الحى
|
المميت
|
التواب
|
البر
|
المتعالى
|
الوالى
|
الباطن
|
الظاهر
|
الاخر
|
الاول
|
المؤخر
|
المقدم
|
المانع
|
المغنى
|
الغنى
|
الجامع
|
المقسط
|
ذوالجلال والاءكرام
|
مالك الملك
|
الرءوف
|
العفو
|
المنتقم
|
الصبور
|
الرشيد
|
الوارث
|
الباق
|
البديع
|
الهادو
|
النور
|
النافع
|
الضار
|
Minggu, 25 November 2012
asmaul husna
PERMASALAHAN
PEMERATAAN PENDIDIKAN
DI INDONESIA
OLEH
SAMSUDIN
I.
PENDAHULUAN
Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia, pendidikan adalah suatu usaha manusia untuk mengubah sikap
dan tata laku seseorang atau sekolompok orang dalam usaha mendewasakan manusia
melalui upaya pengajaran dan latihan. Pada hakikatnya pendidikan adalah usaha
manusia untuk memanusiakan manusia itu
sendiri. Dalam penididkan terdapat dua subjek pokok yang saling berinteraksi.
Kedua subjek itu adalah pendidik dan subjek didik. Subjek-subjek itu tidak
harus selalu manusia, tetapi dapat berupa media atau alat-alat pendidikan.
Sehingga pada pendidikan terjadi interaksi antara pendidik dengan subjek didik
guna mencapai tujuan pendidikan.Menurut teori belajar humanisme, tujuan belajar adalah untuk
memanusiakan manusia. Proses belajar dianggap berhasil jika peserta didik
memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Peserta didik dalam proses
belajarnya harus berusaha agar lambatlaun ia mampu mencapai aktualisasi diri
dengan sebaik-baiknya. Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar
dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya.
Penididikan merupakan suatu kegiatan yang bersifat umum bagi setiap
manusia dimuka bumi ini. Pendidikan tidak terlepas dari segala kegiatan
manusia. Dalam kondisi apapun manusia tidak dapat menolak efek dari penerapan
pendidikan. Pendidikan diambil dari
kata dasar didik, yang ditambah imbuhan menjadi mendidik. Mendidik berarti
memlihara atau memberi latihan mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran.
Pada makalah ini, akan dikaji
hal-hal yang berhubungan dengan pendidikan formal yang diselenggarakan di
Indonesia. Pada dasarnya setiap kegiatan yang dilakukan akan menimbulkan dua
macam dampak yang saling bertentangan. Kedua dampak itu adalah dampak positif
dan dampak negatif. Dampak positif adalah segala sesuatu yang merupakan
harapan dari pelaksanaan kegiatan
tersebut, dengan kata lain dapat disebut sebagai ’Tujuan’. Sedangkan dampak
negatif adalah segala sesuatu yang bukan merupakan harapan dalam pelaksanaan
kegitan tersebut, sehingga dapat disebut sebagai hambatan atau masalah yang
ditimbulkan.
Jika peristiwa di atas
dihubungkan dengan pendidikan, maka pelaksanaan pendidikan akan menimbulkan
dampak negatif yang disebut sebagai masalah dan hambatan yang akan dihadapi.
Hal ini akan lebih tepat bila disebut sebagai permasalahan Pendidikan. Istilah
permasalahan pendidikan diterjemahkan dari bahasa inggris yaitu “problem“. Masalah
adalah segala sesuatu yang harus diselesaikan atau dipecahkan. Sedangkan kata
permasalahan berarti sesuatu yang dimasalahkan atau hal yang dimasalahkan. Jadi
Permasalahan pendidikan adalah segala-sesuatu hal yang merupakan masalah dalam
pelaksanaaan kegiatan pendidikan.
II. PEMBAHASAN
A.
Masalah Umum
Pendidikan di Indonesia
Permasalahan Pendidikan
Indonesia adalah segala macam bentuk masalah yang dihadapi oleh program-program
pendidikan di negara Indonesia. Seperti yang diketahui dalam TAP MPR RI No.
II/MPR/1993 dijelaskan bahwa program utama pengembangan pendidikan di Indonesia
adalah sebagai berikut.
a. Perluasan dan pemerataan kesempatan
mengikuti pendidikan
b. Peningkatan mutu pendidikan
c. Peningkatan relevansi pendidikan
d. Peningkatan Efisiensi dan efektifitas
pendidikan
e. Pengembangan kebudayaan
f. Pembinaan generasi muda
Adapun masalah yang dipandang
sangat rumit dalam dunia pendidikan adalah sebagai berikut.
a.
Pemerataan
b.
Mutu dan Relevansi
c.
Efisiensi dan efektivitas
Setiap masalah yang dihadapi disebabkan oleh faktor-faktor pendukungnya
adapun faktor-faktor yang menyebabkan berkembangnya 4 masalah di atas adalah
sebagai berikut.
a.
Ilmu Pengeahuan dan Teknologi (IPTEK)
b.
Laju Pertumbuhan penduduk
c.
Kelemahan guru/dosen (tenaga pengajar) dalam menangani
tugas yang dihadapinya, dan ketidakfokusan peserta didik dalam menjalani proses
pendidikan (Permasalahan Pembelajaran).
B. Pemerataan Pendidikan dan Pengajaran di
Indonesia
Permasalahan pemerataan dapat
terjadi karena kurang tergorganisirnya koordinasi antara pemerintah pusat
dengan pemerintah daerah, bahkan hingga daerah terpencil sekalipun. Hal ini
menyebabkan terputusnya komunikasi antara pemerintah pusat dengan daerah.
Selain itu masalah pemerataan pendidikan juga terjadi karena kurang berdayanya
suatu lembaga pendidikan untuk melakukan proses pendidikan, hal ini bisa saja
terjadi jika kontrol pendidikan yang dilakukan pemerintah pusat dan daerah
tidak menjangkau daearh-daerah terpencil. Jadi hal ini akan mengakibatkan
mayoritas penduduk Indonesia yang dalam usia sekolah, tidak dapat mengenyam
pelaksanaan pendidikan sebagaimana yang diharapkan.
Permasalahan pemerataan
pendidikan dapat ditanggulangi dengan menyediakan fasilitas dan sarana belajar
bagi setiap lapisan masyarakat yang wajib mendapatkan pendidikan. Pemberian
sarana dan prasrana pendidikan yang dilakukan pemerintah sebaiknya dikerjakan
setransparan mungkin, sehingga tidak ada oknum yang dapat mempermainkan program
yang dijalankan ini.
Pelaksanaan pendidikan yang
merata adalah pelaksanaan program
pendidikan yang dapat menyediakan kesempatan yang seluas-luasnya bagi seluruh
warga negara Indonesia untuk dapat memperoleh pendidikan. Pemerataan dan
perluasan pendidikan atau biasa disebut perluasan keempatan belajar merupakan
salah satu sasaran dalam pelaksanaan pembangunan nasional. Hal ini dimaksudkan
agar setiap orang mempunyai kesempatan yang sama unutk memperoleh pendidikan.
Kesempatan memperoleh pendidikan tersebut tidak dapat dibedakan menurut jenis kelamin, status sosial, agama, amupun
letak lokasi geografis.
Dalam propernas tahun
2000-2004 yang mengacu kepada GBHN 1999-2004 mengenai kebijakan pembangunan
pendidikan pada poin pertama menyebutkan: “Mengupayakan perluasan dan
pemeraatan memperoleh pendidikan yang bermutu tinggi bagi seluruh rakyat
Indonesia menuju terciptanya Manusia Indonesia berkualitas tinggi dengan
peninggakatan anggaran pendidikan secara berarti“. Dan pada salah satu tujuan pelaksanaan
pendidikan Indonesia adalah untuk pemerataan kesempatan mengikuti pendidikan
bagi setiap warga negara.
Dalam kaitannya dengan pendidikan, maka hal ini berjalan seiring dengan kegiatan
pembelajaran dalam pendidikan. Pelaksanaan kegiatan belajar adalah sesuatu yang
sangat penting dalam dunia pendidikan. Dalam kegiatan belajar formal ada dua
subjek yang berinteraksi, Yaitu pengajar/pendidik (guru/dosen) dan peserta
didik ( murid/siswa, dan mahasiswa).
Pada saat sekarang ini, kegiatan pembelajaran yang dilakukan cenderung
pasif, dimana seorang pendidik selalu menempatkan dirinya sebagai orang yang
serba tahu. Hal ini akan menimbulkan kejengahan terhadap peserta didik.
Sehingga pembelajaran yang dilakukan menjadi tidak menarik dan cenderung
membosankan. Kegiatan belajar yang terpusat seperti ini merupakan masalah yang
serius dalam dunia pendidikan.
Guru yang berpandangan kuno selalu menganggap bahwa tugasnya hanyalah
menyampaikan materi, sedangakan tugas siswa/mahasiswa adalah mengerti dengan
apa yang disampaikannya. Bila peserta didik tidak mengerti, maka itu adalah
urusan mereka. Tindakan seperti ini merupakan suatu paradigma kuno yang tidak
perlu dipertahankan.
Dalam hal penilaian, Pendidik menempatkan dirinya sebagai penguasa nilai.
Pendidik bisa saja menjatuhkan, menaikan, mengurangi dan mempermainkan nilai
perolehan murni seorang peserta didik. Pada satu kasus di pendidikan tinggi,
dimana seorang dosen dapat saja memberikan nilai yang diinginkannya kepada
mahasiswa tertentu, tanpa mengindahkan kemampuan atau skill yang dimiliki oleh
mahasiswa tersebut. Proses penilaian seperti sungguh sangat tidak relevan.
Semakin tertinggalnya
pendidikan bangsa Indonesia dengan bangsa-bangsa lain, harusnya membuat kita
lebih termotivasi untuk berbenah diri. Banyaknya masalah pendidikan yang muncul
ke permukaan merupakan gambaran praktek pendidikan kita. Sebagai siswa dan
sekaligus sebagai calon pendidik, kami merasakan ketimpangan-ketimpangan pendidikan,
seperti :
1. Kurikulum
Kurikulum
kita yang dalam jangka waktu singkat selalu berubah-ubah tanpa ada hasil yang
maksimal dan masih tetap saja. Perubahan kurikulum yang terus-menerus, pada
prateknya kita tidak tau apa maksudnya dan yang beda hanya bukunya.
Pemerintah
sendiri seakan tutup mata, bahwa dalam prakteknya Guru di Indonesia yang layak
mengajar hanya 60% dan sisanya masih perlu pembenahan. Hal ini terjadi karena
pemerintah menginkan hasil yang baik tapi lupa dengan elemen-elemen dasar dalam
pendidikan.
2. Biaya
Akhir-akhir
ini biaya pendidikan semakin mahal, seperti mengalami kenaikan BBM. Banyak
masyarakat yang memiliki persepsi pendidikan itu mahal dan lebih parahnya
banyak pula pejabat pendidikan yang ngomong, kalau pengen pendidikan yang
berkualitas konsekuensinya harus membayar mahal. Pendidikan sekarang ini
seperti diperjual-belikan bagi kalangan kapitalis pendidikan dan pemerintah
sendiri seolah membiarkan saja dan lepas tangan.
3. Tujuan pendidikan
Katanya
pendidikan itu mencerdaskan, tapi kenyataannya pendidikan itu menyesatkan.
Bagaiamana tidak? Lihat saja kualitas pendidikan kita hanya diukur dari ijazah
yang kita dapat. Padahal sekarang ini banyak ijazah yang dijual dengan mudahnya
dan banyak pula yang membelinya (baik dari masyarakat ataupun pejabat-pejabat).
Bukankah ini memalukan?? Berarti kalau
kita punya uang maka kita tidak usah sekolah tapi sama dengan yang
sekolah karena memiliki ijasah. Harusnya pendidikan itu menciptakan siswa yang
memiliki daya nalar yang tinggi, memiliki analisis tentang apa yang terjadi
sehingga bila di terjunkan dalam suatu permasalahan dapat mengambil suatu
keputusan.
4. Disahkannya RUU BHP menjadi Undang- Undang
DPR RI
telah mensahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Badan Hukum Pendidikan (BHP)
menjadi Undang-Undang. Selama tiga tahun itupula, UU yang berisi 14 bab dan 69
pasal banyak mengalami perubahan. Namun, disahkannya UU BHP ini banyak menuai
protes dari kalangan mahasiswa yang khawatir akan terjadinya komersialisasi dan
liberalisasi terhadap dunia pendidikan.
Hal yang
dikhawatirkan, undang-undang baru ini akan membuat biaya pendidikan semakin
mahal dan tidak terakses oleh seluruh lapisan masyarakat. UU BHP juga menetapkan perguruan tinggi
negeri atau PTS wajib memberikan beasiswa sebesar 20 persen dari seluruh jumlah
mahasiswa di lembaganya. Namun, jika ternyata Perguruan Tinggi yang terkait
tidak mempunyai dana yang mencukupi, untuk memberikan beasiswa, akhirnya dana
tersebut akan dibebankan kepada mahasiswa lagi. UU BHP ini akan menjadi kerangka
besar penataan organisasi pendidikan dalam jangka panjang. UU BHP sendiri saat
ini sedang dalam proses mencari input. Jadi, untuk memperkuat status hukum PT
BHMN, ia akan diatur dalam UU BHP.
5. Kontoversi diselenggaraknnya UN
Perdebatan
mengenai Ujian Nasional (UN) sebenarnya sudah terjadi saat kebijakan tersebut
mulai digulirkan pada tahun ajaran 2002/2003. UN atau pada awalnya bernama
Ujian Akhir Nasional (UAN) menjadi pengganti kebijakan Evaluasi Belajar Tahap
Akhir Nasional (Ebtanas). Dari hasil kajian Koalisi Pendidikan (Koran Tempo, 4
Februari 2005), setidaknya ada empat penyimpangan dengan digulirkannya UN.
Pertama, aspek pedagogis. Dalam ilmu kependidikan, kemampuan peserta didik
mencakup tiga aspek, yakni pengetahuan (kognitif), keterampilan (psikomotorik),
dan sikap (afektif). Tapi yang dinilai dalam UN hanya satu aspek kemampuan,
yaitu kognitif, sedangkan kedua aspek lain tidak diujikan sebagai penentu
kelulusan. Kedua, aspek yuridis. Beberapa pasal dalam UU Sistem Pendidikan
Nasional Nomor 20 Tahun 2003 telah dilanggar, misalnya pasal 35 ayat 1 yang
menyatakan bahwa standar nasional pendidikan terdiri atas standar isi, proses,
kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan,
pembiayaan, dan penilaian pendidikan, yang harus ditingkatkan secara berencana
dan berkala. Ketiga, aspek sosial dan psikologis. Dalam mekanisme UN yang
diselenggarakannya, pemerintah telah mematok standar nilai kelulusan 3,01 pada
tahun 2002/2003 menjadi 4,01 pada tahun 2003/2004 dan 4,25 pada tahun
2004/2005. Ini menimbulkan kecemasan psikologis bagi peserta didik dan orang
tua siswa. Siswa dipaksa menghafalkan pelajaran-pelajaran yang akan di-UN-kan
di sekolah ataupun di rumah.
Keempat,
aspek ekonomi. Secara ekonomis, pelaksanaan UN memboroskan biaya. Tahun 2005,
dana yang dikeluarkan dari APBN mencapai Rp 260 miliar, belum ditambah dana
dari APBD dan masyarakat. Pada 2005 memang disebutkan pendanaan UN berasal dari
pemerintah, tapi tidak jelas sumbernya, sehingga sangat memungkinkan masyarakat
kembali akan dibebani biaya. Selain itu, belum dibuat sistem yang jelas untuk
menangkal penyimpangan finansial dana UN. Sistem pengelolaan selama ini masih
sangat tertutup dan tidak jelas pertanggungjawabannya. Kondisi ini memungkinkan
terjadinya penyimpangan (korupsi) dana UN.
6. Kerusakan fasilitas sekolah
Kerusakan
bangunan sekolah tersebut berkaitan dengan usia bangunan yang sudah tua. Untuk
mengantisipasi hal tersebut, sejak tahun 2000-2005 telah dilaksankan proyek
perbaikan infrastruktur sekolah oleh Bank Dunia, dengan mengucurkan dana Bank
Dunia pada Komite Sekolah.
Kerusakan
bangunan pendidikan jelas akan mempengaruhi kualitas pendidikan karena secara
psikologis seorang anak akan merasa tidak nyaman belajar pada kondisi ruanagan
yang hamper roboh.
C. Penanggulangan Masalah Pendidikan dan
Pengajaran di Indonesia
Penanggulangan masalah pembelajaran dan pengajaran ini lebih diarahkan
kepada pokok permasalahan pendidikan di atas.
1. Gaya Belajar
Untuk menanggulangi masalah pembelajaran ini, diperlukan pelaksanaan
kegiatan belajar baru yang lebih menarik. Gaya
belajar dapat dilakukan dalam 3 bentuk, dan dilaksanakan pada saat yang
bersamaan. Yaitu belajar secara Somatis, Auditori dan Visual.
a.
Somatis
Somatic
bersal dari bahasa Yunani, yang berarti tubuh. Jadi belajar somatis dapat
disebut sebagai balajar dengan menggunakan indra peraba, kinestetis, praktis,
dan melibatkan fisik serta menggunakan dan menggerakkan tubuh sewaktu belajar.
Dalam pelaksanaan kegiatan belajar pada saat ini otak merupkan organ tubuh yang
paling dominan. Pembelajaran yang dilakukan seperti merupakan kegiatan yang
sangat keliru.
Anak-anak
yang bersifat somatis tidak akan mampu untuk duduk tenang. Mereka harus
menggerakkan tubuh mereka untuk membuat otak dan pikiran mereka tetap hidup. Anak-anak
seperti ini disebut sebagai “Hiperaktif“. Pada sejumlah anak, sifat hiperaktif
itu normal dan sehat. Namun yang dijumpai pada anak-anak hiperaktif adalah
penderitaan, dimana sekolah mereka tidak mampu dan tidak tahu cara
memperlakukan mereka. Aktivitas anak-anak yang hiperaktif cenderung dianggap
mengganggu, tidak mampu belajar dan mengancam ketertiban proses pembelajaran.
Dalam satu
penelitian disebutkan bahwa “jika tubuhmu tidak bergerak, maka otakmu tidak
beranjak“. Jadi menghalangi gaya belajar anak somatis dengan menggunakan tubuh
sama halnya dengan menghalangi fungsi pikiran sepenuhnya. Mungkin dalam
beberapa kasus, sistem pendidikan dapat membuat cacat belajar anak, dan bukan
menggangu jalannya pembelajaran.
b.
Auditori
Pikiran
auditori lebih kuat dari yang kita sadari. Telinga terus menerus menangkap dan
menyimpan informasi auditori, dan bahkan tanpa kita sadari. Begitu juga ketika
kita berbicara, area penting dalam otak kita akan menjadi aktif.
Semua
pembelajaran yang memiliki kecenderungan auditori, belajar dengan menggunakan
suara dari dialog, membaca dan menceritakan kepada orang lain. Pada saat
sekarang ini, budaya auditori lambat laun mulai menghilang. Seperti adanya
peringatan jangan berisik di perpustakaan telah menekan proses belajar secara
auditori.
c.
Visual
Ketajaman
visual merupakan hal yang sangat menonjol bagi sebagian peserta didik.
Alasaannya adalah bahwa dalam otak seseorang lebih banyak perangkat untuk
memproses informasi visual daripada semua indra yang lain.
Setiap
orang yang cenderung menggunakan gaya belajar visual akan lebih mudah belajar
jika mereka melihat apa yang dibicarakan olah guru atau dosen. Peserta didik
yang belajar secara visual akan menjadi lebih baik jiak dapat melihat contoh
dari dunia nyata, diagram, peta gagasan, ikon, gambar, dan gambaran mengenai
suatu konsep pembahasan.
Peserta didik yang belajar secara visual ini,
akan lebih baik jika mereka menciptakan peta gagasan, diagram, ikon dan gambar
lainnya dengan kreasi mereka sendiri.
2. Gaya Mengajar
Pelaksanaan pembelajaran
sangat ditunjang oleh keahlian pendidik dalam mengatur suasana kelasnya.
Seringkali dalam proses penyampaian materi, pendidik langsung mengajar apa
adanya. Ada pendidik yang tidak mau memikirkan cara menyampaikan materi
pelajaran yang akan dibahasnya. Menyampaikan materi bukan hanya sekedar
berbicara di depan kelas saja, tetapi suatu cara dan kemampuan untuk membawakan materi pelajaran
menjadi suatu bentuk presentasi yang menarik, menyenangkan, mudah dipahami dan
diingat oleh peserta didik. Dalam hal ini, komunikasi menjadi lebih penting. Dengan
komunikasi seseorang bisa mengerti dengan apa yang dibicarakan.
Komunikasi yang efektif tidak
berarti pasti dan harus dapat menjangkau 100%. Komunikasi yang efektif berarti
mengerti dengan tanggung jawab dalam proses menyampaikan pemikiran, penjelasan,
ide, pandangan dan informasi. Dalam komunikasi pembelajaran, sering dijumpai
permasalahan, yaitu masalah mengerti dan tidak mengerti. Jika peserta didik
tidak mengerti dengan apa yang disampaikan pendidik, maka tanggung jawab
seorang pendidiklah untuk membuat mereka menjadi lebih mengerti.
Jika dulu pendidik dipandang
sebagai sumber informasi utama, maka pada saat sekarang ini pandangan seperti
itu perlu disingkirkan. Sumber-sumber informasi pada abad ini telah menimbulkan
kelebihan informasi bagi setiap manusia di muka bumi ini. Informasi yang
tersedia jauh lebih banyak dari yang dibutuhkan. Hal inilah yang menyebabkan
peninjauan kembali terhadap gaya belajar masa kini.
Oleh karena itu peran utama
seorang pendidik perlu diperbaharui. Peran pendidik seharusnya adalah sebagai fasilitator
dan katalisator.
Peran guru sebagai fasilitator
adalah menfasilitasi proses pembelajaran yang berlangsung di kelas. Dalam hal
ini, peserta didik harus berperan aktif dan bertanggung jawab terhadap hasil
pembelajaran. Karena sebagai fasilitator, maka posisi peserta didik dan
pendidik adalah sama.
Sedangkan peran pendidik
sebagai katalisator adalah dimana pendidik membantu anak-anak didik dalam
menemukan kekuatan, talenta dan kelebihan mereka. Pendidik bergerak
sebagai pembimbing yang membantu, mangarahkan dan mengembangkan aspek
kepribadian, karakter emosi, serta aspek intelektual peserta didik. Pendidik
sebagai katalisator juga berarti mampu menumbuhkan dan mengembangkan rasa cinta
terhadap proses pembelajaran, sehingga tujuan pembelajran yang diinginkan dapat
terjadi secara optimal.
Gaya mengajar seperti ini akan
lebih bermanfaat dalam proses peningkatan mutu, kualitas, efektifitas dan
efisiensi pendidikan.
III. PENUTUP
Dari makalah yang telah
dipaparkan di atas, maka dapat disimpulkan adalah sebagai berikut:
1.
Dalam usaha
pemerataan pendidikan, diperlukan pengawasan yang serius oleh pemerintah. Pengawasan
tidak hanya dalam bidang anggaran pendidikan, tetapi juga dalam bidang mutu,
sarana dan prasarana pendidikan. Selain itu, perluasan kesempatan belajar pada
jenjang pendidikan tinggi merupakan kebijaksanaan yang penting dalam usaha
pemerataan pendidikan.
2. Pendidikan (dengan Bidang terkait) dalam
usaha pengendalian laju pertumbuhan penduduk sangat diperlukan. Pelaksaaan
program ini dapat ditingkatkan dengan mengakampanyekan program KB dengan
sebaik-baiknya hingga pelosok negeri ini.
3. Pelaksanaan program belajar dan mengajar
dengan inovasi baru perlu diterapkan. Hal ini dilakukan karena cara dan sistem
pengajaran lama tidak dapat diterapkan lagi.
4. Sistem pendidikan Indonesia dapat berjalan
dengan lancar jika kerja sama antara unsur-unsur pendidikan berlangsung secara
harmonis. Pengawasan yang dilakukan pemerintah dan pihak-pihak pendidikan
terhadap masalah anggaran pendidikan akan dapat menekan jumlah korupsi dana di
dalam dunia pendidikan.
5. Peningkatan mutu pendidikan akan dapat
terlaksana jika kemampuan dan profesionalisme pendidik dapat ditingkatkan.
DAFTAR PUSTAKA
-
Muhadjir, Noeng, 1987. Ilmu Pendidikan dan Perubahan Social: Suatu Teori Pendidikan. Yogyakarta: Reka Sarasih
-
Shane, Harlod G., 1984. Arti Pendidikan bagi Masa Depan. Jakarta: Rajawali Pers.
Langganan:
Postingan (Atom)